Sabtu, 22 Agustus 2009

Santapan Rohani

Marhaban Ya Ramadhan

 
            Bulan Ramadhan, bulan yang istimewa. Bisa bersua kembali dengannya merupakan anugrah yang indah dari Allah swt.. Tentu saja dalam kondisi yang berbeda dengan tahun lalu. Syukur yang dalam senantiasa harus kita panjatkan. Tak sedikiti orang yang tak bisa berjumpa dengan Ramadhan. Oleh karena usia yang tak sampai, dan hanya sebatas saat dimana ia meninggalkan dunia fana ini. 
           Sungguh, apa kamu merasakan, kerinduan yang mendalam akan bulan Ramadhan? Bak kerinduan terhadap kekasih? Bulan yang dinantikan setiap umat muslim di dunia. Nah, jika kita tak merindukannya? Hmmm, tanda tanya besar bagi keimanan kita.

           Tentu kita sudah tahu di bulan yang mulia ini wajib bagi setiap muslim yang sudah menginjak akil balig untuk berpuasa. Lamanya satu bulan penuh. Wah, luar biasa bukan. Jarang-jarang lho!. Jelas, ibadah puasa satu bulan bukan ritual belaka. Jangan pula memandangnya sebagai kebiasaan kultural umat Islam. Akan tetapi, sudah jelas bahwa ibadah puasa ini merupakan perintah Yang Maha Bijaksana, Allah swt. Mari kita simak, firman Allah swt. dalam QS. Al-Baqarah ayat 183:

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,


                 Jadi, kalu ada umat Islam yang godin* tengah hari? Hmmm, ada apa gerangan? Oops, jangan dulu suudzan. Barangkali, “yang godin” itu sedang sakit atau dalam keadaan yang memang diharamkan berpuasa (misalnya akhwat yang sedang haidh). 
Berpuasa bukan berarti tanpa makna atau hanya ibadah untuk tabungan akhirat tanpa ada manfaat lain yang real. Tentunya, berpuasa memiliki manfaat yang besar untuk kehidupan psikologis kita. Contohnya, saat berjalan tiba-tiba ada orang yang melempar sandal jepit dari belakang. Dugh. Kena kepala deh. Akan tetapi, karena lagi puasa, kita berusaha sabar. Jadi, puasa bisa dijadikan ajang patience training (pelatihan kesabaran). Nah, contoh barusan kesabaran dalam melawan hawa nafsu. Kesabaran menahan lapar dan dahaga juga bagian dari patience training saat berpuasa. Disamping itu, puasa juga menyehatkan. Saat kita berpuasa, secara tidak langsung kita memfilter makanan yang tidak sehat masuk ke tubuh kita. Misalnya, biasanya kita makan mie 3 kali sehari, saat berpuasa berkurang jadi sehari sekali atau bahkan tidak sama sekali. Masih banyak contoh lain, bahkan secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa puasa menyehatkan tubuh.  
                Seringkali kita lupa, esensi Ramadhan sesungguhnya. Terkadang Ramadhan hanya dijadikan sebagai bulan beli baju baru, menutup aurat sementara, menahan maksiat sementara, atau lebih parah lagi soleh dan bertakwa sementara. Selanjutnya, setelah Ramdhan kembalilah ke habitat asalnya, kebiasaan sebelumnya, dan budaya sebelumnya. Nau’dzubillah min dzalik!. Semoga itu tak terjadi pada kita dan kita tak termasuk orang-orang seperti itu. 
                 Ramadhan bulan untuk memperbaiki diri. Buatlah suatu perubahan (Let’s make change in our life). Tentunya perubahan kearah yang lebih baik, perilaku kita, kebiasaan kita, keimanan kita, ketakwaan kita, atau ibadah kita. Bukanya peubahan ke arah yang lebih buruk. Wah! Nanti malah kebelinger. Perbanyak introspeksi di bulan ini sangat bermanfaat bagi kita untuk bermetamorfosis. (Hah? bermetamorfosis? Kupu-kupu kalee). Maksudnya, di bulan ini kita ibaratkan ulat yang akan bermetamorfosis. Dari ulat menjadi kepompong. Lama menjadi kepompong, mengalami berbagai macam gangguan, suhu yang tak stabil, angin, keterbatasan makanan, dsb. Kemudian setelah usai proses itu, keluarlah kupu-kupu cantik dari kepompong. Kupu-kupu yang telah siap untuk menempuh hidup yang penuh dengan tantangan lagi. Begitupun kita, di bulan Ramadhan ini, kita berproses untuk menjadi lebih baik dan keluarlah menjadi insan yang berkualitas dalam hal duniawi dan ukhrawinya. Menjadi kupu-kupi yang indah. Menjadi insan yang soleh dan solehah. Menjadi manusia yang berakhlakul karimah. 
                 Sambutlah Ramadhan dengan sambutan terbaik. Sambutan yang tulus dan hanya mengharapkan ridha Allah swt. Sambutan bukan dengan hura-hura atau upacara ritual belaka. Tapi sambutan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas ibada kita.


*makan atau minum di saat masa2nya berpuasa.


Oleh: Fazha R 
          (01 Ramadhan 1430 H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar